Langsung ke konten utama

Perempuan : “Saya Tidak Sempurna. Tapi, Saya Berani Menjadi Terbaik Sesuai Versi Saya!”

  Oleh: Sahabati Chus

 

Menurut National Alliance of Mental Illness telah merilis survey pada akhir tahun 2019 menyatakan  bahwa 1 dari 8 peremupuan merasakan depresi, dua kali lebih banyak dibandingkan laki-laki. Hal ini diperkuat dengan jurnal-jurnal psikologi mencatat perempuan mengalami beragam jenis gangguan psiklogi lebih rentan dibandingkan laki-laki. Rasio tertinggi ditemukan pada gangguan anorexia nervosa dan blumia nervosa yang merupakan gangguan terkait dengan masalah bobot tubuh akibat diet keras, 90% terjadi pada perempuan. Disusul dengan dua pertiga gangguan cemas dialami perempuan. Setelah itu depresi dengan rasio dua berbanding satu antara perempuan dan laki-laki. Belum lagi penyakit khas perempan yaitu gangguan persepsi tubuh yang disebut dengan dysmorphic disorder. Gangguan yang hadir ketika seseorang terganggu dengan sedikit bahkan tidak ada kekurangan pada tubuhnya, hal ini tanpa disadari banyak dialami oleh perempuan terutama yang berkaitan dengan citra “kecantikan dan kesempurnaan”. Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab gangguan psikologi muncul diantaranya factor internal (dari dalam diri) dan eksternal (lingkungan dan sosial). Salah satu faktor yang menjadi bahasan pada tulisan ini adalah pemicu dari faktor eksternal dengan menggunakan analisis gender. Menurut Adler perempuan dan laki-laki sebenarnya sama-sama lahir dalam kondisi tidak berdaya. Setiap individu terlepas dari jenis kelaminya berusaha untuk berkembang  dan melepaskan diri dari ketidakberdayaan. Namun bedanya, kepada perempuanlah masyarakat patriarkial tidak memberikan dukungan, melakukan diskriminasi, dan merendahkan harga diri perempuan.

Menurut Ester Lianawaiti mengadopsi pendapat dari Clara Thompson tentang frustasi perempuan tidak hanya disebabkan karena perempuan tidak diberi kesempatan untuk bertumbuh, tetapi juga karena masyarakat telah menacapkan dalam diri perempuan sebuah mitos kesempurnaan yang tidak mungkin didapatkan dengan standar yang saklek. Masyarakt menetapkan definisi perempuan yang meliputi karakter-karakter fisik dan psikologis, teramasuk didalamnya adalah sikap dan perilaku yang harus dimiliki serta ditampilkan oleh perempuan. Contoh yang tidak lepas dari hiruk pikuk keseharian adalah tentang “Kecantikan dan Kesempurnaan”. Sering kita mendapatkan doktrin, bahkan nasihat sampai perilakuan yang ditanamkan sejak kecil pada perempuan untuk mencapai kecantikan dan kesempurnaan sesuai standar masyarakat yang dipatuhi.

Saya rasa hampir seluruh perempuan mengknsumsi kalimat-kalimat seperti “Perempuan cantik adalah yang berkulit putih, bertubuh langsing, berhidung mancung. Dia akan semakin sempurna jika dia cerdas, berakhlak mulia, patuh pada suami, bisa melahirkan anak, dan blablabla”. Doktrin semacam ini sudah dihadirkan sejak perempuan berusia dini bahkan pola asuh orang tua menuntut anak perempuan untuk bersikap manis dan nurut pada siapa saja, apa saja. Dengan keadaan sedemikian rupa membuat perempuan menerima doktrin lalu berusaha semaksimal mungkin untuk memuaskan pandagan-pandangan akan hal itu. Banyak perempuan melakukan diet keras, menggunakan obat pelangsing, pemutih yang tidak jelas keamaannya untuk tubuh, berlomba-lomba pergi ke salon, sampai melakukan operasi plastik hanya untuk membuat dirinya menjadi cantik sesuai standar yang hidup disebuah masyarakatnya. Beberapa perempuan yang tidak bisa menjangkau kriteria itu akan mendapatkan diskriminasi, bullying, bahkan pelecehan. Tindakan semacam itu semakin membuat perempuan menjadi tertekan dan berdampak pada kesehatan mentalnya. Semua perempuan bersaing dengan sesama perempuannya dalam hal ini. Padahal, kita semua berhak memilih menjadi cantik atau tidak, menetukan standar kecantikan kita sendiri, cantic untuk diri sendiri, dan tidak saling menjatuhkan atas nama kecantikan dengan yang lainnya.

Permasalahan yang cukup kmpleks akibat budaya patriarki tersebut membuat banyak perempuan merasa tidak percaya diri, enggan untuk menerima diri, sehingga terhambatlah proses berkembangnya perempuan dalam aspek di kehidupan termasuk pada era milenial ini. Lalu apa yang harus dilakukan?

1.      Mengenali Diri Sendiri. Saya sangat sepakat atas pendapat bahwa mengenali diri sendiri adalah kunci dasar semua manusia (tanpa memandang kelamin, ras, agama, dsb) untuk tumbuh dan berkembang. Kita harus menyiapkan waktu dan momen untuk mengenali diri kita secara utuh. Seakan berkomunikasi dengan diri sendiri, berkenalan dan menelisik kelebihan, kekurangan, memahami cita-cita, dan mau dibawa kemana tujuan hidup kita sebenarnya.

2.      Menerima dan Menghargai Diri Sendiri. Sebagai manusia biasa kita harus sadar, terutama untuk perempuan bahwa kecantikan dan kesempurnaan adalah mitos karena tidak ada yang sempurna di dunia ini. Apapun yang sudah dianugerahkan pada kita, yang sudah terjadi di masa lalu harus kita terima dengan tulus karena semua adalah bagian dari proses hidup. Jangan menyalahkan diri terus menerus karena akan menghambat proses berkembang kita. Hargai diri atas perjuangannya untuk bertahan sejauh ini.

3.      Mencintai Diri Sendiri. Setelah kita mengenali diri kita, bersedia menerima dan menghargai diri kita selanjutnya mencintai diri sendiri penting kita lakukan. Dari sini kita bisa lebih luwes, dinamis, dan maksimal untuk grow up.

4.      Mengenali Lingkungan. Proses ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana lingkungan membentuk dan memperlakukan kita. Kita akan tahu lingkungan yang seperti apa yang kita butuhkan untuk berkembang. Jika lingkungan tidak mendukung, carilah lingkungan yang tepat atau menyebarkan energy positif untuk merubah dimensi lingkungan tersebut.

5.      Memilih Sirkel Yang Tepat. Memilih sirkel yang bisa membantu proses kita untuk berkembang adalah hak setiap individu. Sirkel yang orang-orang didalamnya bisa menjadi support system dalam usaha kita untuk berkembang atau untuk menjalani kehidupan merupakan salah satu hal yang kita butuhkan.

6.      Menyusun Strategi dan Eksekusi. Seorang nahkoda harus paham kemana dan bagaimana dia melabuhkan kapalnya sampai pada tujuan. Tak tik attau strategi sangat dibutuhkan untuk jalan kita tumbuh menjadi yang terbaik sesuai diri kita agar dapat berdampak baik serta memiliki andil dalam peradaban.                                                                                                                

Meminjam lirik dari Alessia Cara dengan judul Scars To Your Beautiful “Oh, she don’t see the light that’s shining. Deeper than the eyes can find it. Maybe we have made her blind. Sp the tries to cover up her poin”. Artinya “Oh, dia (perempuan) tidak melihat cahaya yang bersinar. Lebih dalam dari pada mata yang bisa menemukannya. Mungkin kita telah membuatnya buta. Jadi, dia mencoba untuk menutupi rasa sakitnya”. Tanpa disadari kita sebagai perempuan telah dibutakan oleh budaya patriarkial. Oleh sebab itu, mari bersama kita sadari bahwa tidak ada yang sempurna dan Tuhan pasti memberikan keistimewaan dalam setiap diri manusia. Sekarang, saatnya menyelidiki diri untuk berkenalan, mencintai, dan tumbuh menjadi yang terbaik sesuai versi kita masing-masing.

 

 

Sumber Pustaka :

Kathleen, Kendall, and Lesia Ruglass. Women’s Mental Health Across The Lifespan. New                  York: Routledge. 2017.

Lianawati Ester. Ada Serigala Dalam Diri Setaip Perempuan. Yogyakarta: Buku Mojok

            Group. 2020.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini